Thursday, September 6, 2012

Ta'aruf

Adalah hal yang wajar ketika ingin menikah, seorang ikhwan/akhwat ingin mengenal calon pasangannya, baik fisik maupun sifatnya.
Mencari infomasi kemudian dilakukan agar memiliki gambaran yang cukup untuk kemudian menerima atau menolak calon.

Namun demikian tentu ada adab dalam mencari informasi.

Imam Al Ghazali menyatakan dalam kitab Al-Ihya',
"Tidak boleh mencari keterangan tentang akhlaq dan kecantikan wanita yang hendak dipinang kecuali dari orang yang bijak dan jujur;
berpengetahuan luas tentang masalah fisik dan mental;
tidak berat sebelah kepada  wanita sehingga akan menyanjungnya berlebihan;
tetapi tidak pule dengki kepadanya sehingga akan menjatuhkannya.
Emosi cenderung tidak objektif berkaitan dengan masalah-masalah menjelang pernikahan dan memberi keterangan tentang wanita yang akan dipinang, baik berupa memuji berlebihan atau menjatuhkan.
Jarang sekali orang yang jujur dan objektif dalam masalah ini, melainkan banyak penipuan dan subjektif.
Unsur hati-hati dalam masalah ini sangat penting bagi setiap orang yang khawatir dirinya akan terjerumus pada praktik mengidamkan sifat-sifat yang tidak dimiliki istrinya kelak"

Demikian versi Fiqh Sunnah-nya Sayyid Sabiq dalam bab Pernikahan.

Setiap orang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Tak akan habis membaca testimoni dari semua orang, karena setiap orang punya pengalaman bersama yang bersangkutan sesuai apa yang dialaminya. Bisa pengalaman yang menyenangkan, tentu juga bisa yang tidak menyenangkan.

Maka sebaiknya mencari informasi dikhususkan kepada yang benar-benar kenal/mengetahui yang bersangkutan secara langsung, dalam waktu yang cukup lama, sehingga ketika memberi informasi dapat dipercaya. Misalnya ibunya, saudaranya, sahabat dekat, dll. Jangan kepada semua orang, nanti jadi bingung sendiri, sebab setiap orang pastilah subjektif.

Menurut saya, ketika mencari informasi, kita harus benar-benar paham apa yang ingin kita ketahui dari calon pasangan. Apa saja hal-hal prinsip (kalo bahasa akuntansinya: material) yang kira-kira dapat mengubah keputusan kita, entah kemudian menerima atau menolak.

Hal-hal prinsip bisa berupa, misalnya pemahaman keislaman, penyakit, riwayat penyakit dalam keluarga, masalah kesuburan, penghasilan, akan tinggal dimana nanti, dan lain sebagainya. Hal yang prinsip berbeda menurut setiap orang. Bisa jadi masalah bersih-tidak bersih menjadi prinsip, hingga ketika si akhwat kurang 'rapi' hal ini menjadi bahan pertimbangan. Bisa jadi suku menjadi hal prinsip, karena orang tua meminta harus dengan pasangan dengan suku tertentu.

Carilah informasi berdasarkan prioritas. Untuk kenal lebih jauh lagi (apakah soal ternyata pasangan suka ngorok, tidak suka kopi, jarang sarapan, suka makan soto, susah tidur, dan hal-hal lain yang kurang penting) bisa dilakukan setelah berumahtangga, tinggal dalam satu atap.

Tidak ada manusia yang sempurna, sebagaimana juga kita (ya bukan?). Maka dalam berumahtangga yang terpenting adalah bagaimana kemudian kita dapat menerima pasangan apa adanya. Seiring waktu akan ada penyesuaian-penyesuaian. Sepanjang sepasang manusia memiliki visi-misi hidup yang sama, tujuan dan cara pandang yang kurang-lebih sama, maka insyaAllah hal lain bisa dikompromikan.

Wallahu a'lam...

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^