Friday, September 7, 2012

Mba Atiya

Tak seperti Ramadhan-ramadhan sebelumnya, Ramadhan tahun ini di kompleks kami tidak lagi ada tenda dadakan yang dipakai untuk shalat tarwih. Biasanya disamping aula kompleks kami selalu ada tenda yang akan dipakai untuk shalat tarwih bagi warga kompleks, meskipun di depan kompleks ada masjid. Pesertanya ya semua warga kompleks yang pengen shalat deket rumah, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu. Yang paling banyak adalah ibu-ibu tua (karena susah jalan ke masjid) atau ibu-ibu muda yang ga bisa shalat tanpa buntut (anak-anak kecil, yang kadang suka lari-larian atau ribut di masjid). Untuk tahun ini, dengan berbagai pertimbangan akhirnya diputuskan bahwa hanya aula yang dipakai untuk shalat tarwih, dan hanya diikuti oleh ibu-ibu. Untuk yang bapak-bapak, silakan shalat di masjid saja.

Sehubungan dengan itu, ada sebuah pe-er yang tidak sengaja diberikan ke saya, yaitu mencari imam tarwih perempuan. Nah, kalo ini sih, sebenernya, ada banyak temen yang bisa dimintai tolong. Alhamdulillah sebulan ini sudah ada banyak imam tarwih yang bersedia datang ke kompleks kami.

Malam ke-3 Ramadhan, kompleks kami kedatangan imam tarwih yang istimewa. Ketika diimami beliau, ada yang berbeda rasanya. Tibalah waktu kultum (tausiyah singkat) yang biasa dilakukan setelah tarwih sebelum witir. Dan seperti imam-imam sebelumnya, sang imam diminta untuk memperkenalkan diri.

Namanya Atiya, umurnya baru 26 tahun (masih tua-an saya ^_^), asal Banjarmasin. Ternyata beliau sudah hafidz 30 juz, lulusan universitas Mesir (tidak dikatakan universitas apa), dan sekarang sedang lanjut S2-nya di perguruan tinggi di bilangan Ciputat. Aktifitas sekarang (selain kuliah) adalah ngajar qur’an dan tahfidz di salah satu lembaga tahfidz di pondok cabe. “Silakan bu yang mau belajar ngaji sama saya. Gratis bu. Karena saya dulu juga sekolahnya gratis.” Begitu katanya sambil tersenyum. Beliau juga belajar ngajinya dengan metode … (klo ga salah ‘al ashim’, saya lupa namanya) dari ustadz yang ‘tersambung’ hingga ke Rasulullah saw.

Saya memandangnya dengan takjub ketika dia memperkenalkan diri. Selama ini orang-orang seperti mba ini hanya ada dalam imajinasi saya ketika saya membaca novel-novelnya Kang Abik (seperti Ana Althafunnisa ‘Ketika Cinta Bertasbih’). Tapi sekarang saya bertemu muka langsung. Bacaan ketika ia mengimami kami pun berbeda. ‘Lagu’-nya tak mendayu-dayu seperti Ghomidi, tapi lancar seperti dia membaca alqur’an di depan matanya. Dibanding saya, yang surat pendek saya kadang ada ayat-ayat yang masih tertukar, atau harus diam sebentar untuk mengingatkan lanjutan ayat. Dia sudah hafal 30 juz, sedang saya? Juz 30 saja masih sering hilang timbul… hehehe…

Ada api membara yang ada dalam dada saya ketika pulang ke rumah. Selain ingin memperbaiki bacaan dan hafalan saya, ingin sekali rasanya ada anak-anak saya yang mengikuti jejaknya. Sekolah di universitas islam tertua di dunia, universitas Al-Azhar di Mesir, kemudian pulang untuk membagi gratis ilmu-ilmu agamanya untuk ummat ini… Seperti Ana Althafunnisa atau Atiya :)

Aamiiin ya Rabb…

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^