Tulisan ini terinspirasi dari diskusi saya kemarin.
Kami sedang membahas kata-kata Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Hadist Tsulasa hal 629, "Kehidupan
rumah tangga adalah "hayatul 'amal". Ia diwarnai oleh beban-beban dan
kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan
romantika, melainkan tolong menolong dalam memikul beban kehidupan dan
beban da'wah..."
Tentu berbeda kehidupan rumah tangga
sepasang manusia yang menikah karena 'cinta' dengan mereka yang menikah
karena Allah, yang dipertemukan di jalan da'wah, yang kalau boleh kita
sebut mereka sepasang da'iyah. Seperti yang dikatakan Imam syahid,
mereka punya beban tambahan, yakni beban da'wah. Inilah yang
membedakannya dengan pasangan pada umumnya yang mungkin hanya memikirkan
anak, istri, dan keluarganya saja, pasangan da'iyah juga harus
memikirkan ummat.
Bersatunya dua orang mujahid seharusnya
menjadikan rumah tangga itu menjadi rumah tangga yang produktif dengan
kontribusi maksimal, yang insyaAllah juga menjadikan rumah tangga yang
berberkah. Saling ta'awun menyebabkan orang tua yang sibuk mengurus
ummat tidak mengabaikan da'wah kepada keluarga sendiri, terutama
anak-anak. Berbagi tugas, saling mengerti dan memahami, saling bantu,
wajib hukumnya agar da'wah keluarga dan da'wah masyarakat bisa berjalan
seiring, tidak harus mengorbankan satu sama lain.
Baiklah, sebenernya bukan ini yang mau saya bahas ^_^ ...
Kemarin
dalam diskusi, tiba-tiba kami menyadari sebuah fenomena yang mungkin
banyak melanda keluarga da'iyah. Yang terjadi malah bertentangan dengan
ungkapan Imam Syahid di atas. Entah karena terlalu memahami maksud
ungkapan tersebut atau karena tidak memahaminya sama sekali.
Mereka
tidak bermasalah dengan pembagian beban da'wah, namun justru berkendala
dengan "kesenangan dan romantika". Saking sibuknya ngurusin ummat,
ber-romantis-romantis ria dengan istri/suami malah sering terlupakan.
Bagaimanapun istri/suami juga orang yang senang akan hal-hal yang
romantis. Bukannya mereka tidak ridha akan sibuknya pasangannya dalam
da'wah masyarakat, tapi sesekali perlu refreshing juga.
Suami/istri
adalah orang yang akan menemani hidup kita sepanjang sisa umur kita.
Anak mungkin hanya akan bersama kita ketika mereka kecil. Saat mulai
sekolah maka dunianya sudah berpindah ke teman-temannya, begitu juga
ketika menikah maka dunianya adalah suami/istri dan anak-anaknya. Tapi
suami/istri akan menemani kita menghabiskan seluruh episode hidup kita.
Maka
cinta itu harus dipelihara. Jangan biarkan ia berlalu seiring
berlalunya waktu. Mungkin cinta bermetamorfosis menjadi 'tanggung
jawab', 'kesetiaan', 'pengabdian', tapi tidak menjadikannya lelah untuk
selalu dipupuk, disegarkan, diperbaharui.
Keromantisan tidak
selalu berbentuk bunga, kata-kata puitis, atau candle light dinner. Dia
bisa berupa ikut menemani masak di dapur, membuatkan secangkir teh, atau
mendengarkan ceritanya tentang hal-hal yang tidak begitu penting.
Perhatian kecil sangan berarti bagi pasangan.
Kadang dengan
bertambahnya usia permikahan, psangan merasa tidak perlu lagi
mengungkapkan rasa sayang seperti pasangan yang masih baru. Padahal
justru itulah yang harus diusahakan, merasa selalu seperti pengantin baru.
Jangan
pelit dengan kata 'sayang', jangan kikir dengan perhatian kecil, yang
sungguh, jika ia senantiasa kita pelihara, maka semakin lama, semakin
lanjut usia pernikahan, semakin berkobar juga cinta kita.
Kalau
boleh saya meralat sedikit kata-kata di atas, "Landasan kahidupan rumah
tangga bukan semata berbagi beban kehidupan dan beban da'wah, melainkan
juga kesenangan dan romantika."
(Tulisan
ini khusus untuk yang mungkin mulai layu cintanya, dan sungguh,
sebenarnya saya juga masih terus belajar untuk menjadi romantis dan
semoga mampu mampu terus memelihara cinta saya dan mengobarkannya.
Wallahu a'lam)
No comments:
Post a Comment
Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^