Monday, December 22, 2014

Cita-cita Iffah

Punya anak itu ngga gampang. Dengan karakter masing-masing yang pastinya berbeda, orang tua kadang terjebak dengan ekspektasi mereka terhadap anak-anaknya.

Saya berupaya sekuat tenaga agar tidak menjadi orang tua yang otoriter, mengarahkan tidak memaksa, memotivasi tidak menyuruh.

Tentu saya punya cita-cita yang ga kesampaian. Saya pengen jadi enterpreneur, saya juga pengen jadi guru, saya pengen jadi hafizah, pengen jadi ustazah (cita-cita koq banyak banget ya? hehehe). Dan seperti yang sering kita dengar, banyak orang tua yang cita-citanya ga kesampaian cenderung memaksa anak-anaknya menjadi apa yang mereka mau. Betapa banyak anak-anak yang mengorbankan cita-citanya demi mewujudkan cita-cita orang tuanya, meski biasanya ortu beralasan 'itu demi kebaikan kamu.'

Jadi inget film "3 Idiots", filmnya Aamir Khan yang berkisah tentang 3 mahasiswa dengan kisahnya masing-masing (yang tentu bukan mahasiswa idiot, bahkan sebaliknya). Salah satu tokohnya kuliah di jurusan teknik demi mewujudkan cita-cita ayahnya, sementara dia sendiri tergila-gila dengan fotografi (orang tua mana di jaman sekarang yang bakalan ngijinin anaknya yang hobi foto untuk kemudian berkarier di fotografi? Mungkin ga ada). Tapi di film itu, ortunya akhirnya mengijinkan anaknya berhenti kuliah untuk serius di fotografi (happy ending lah).

Ketiga anak saya unik, mereka semua berbeda. Hanya saja kali ini saya pengen khusus bercerita tentang Iffah.

Iffah bukan tipe anak yang seneng belajar baca tulis. Sampai selesai kelas 1, membacanya masih belum lancar. Pun belajar Iqro'-nya (huruf hijaiyah), sama lamanya. Di kelas 3 sekarang, ketika Alif sudah lama beralih ke (baca) Alqur'an (tidak lagi ngaji Iqro'), Iffah masih berjuang di Iqro' 4, padahal Icha yang masih kelas 1 sudah akan menyelesaikan Iqro' 3-nya hanya dalam 1 semester.

Kalo belajar mau ujian juga... hadeeeeuh... susah banget. Salah emaknya sih klo yang ini, harusnya dari awal dicicil dikit-dikit, bukan SKS (sistem kebut semalam). Alif dan Icha sih oke aja, sehari sebelum ujian belajar bahan 1 semester, cuma nge-refresh aja.

Kesulitan terbesar Iffah ada di bahasa. Kayaknya Iffah ga punya 'language intelligence', jadi ngafalin sepatu itu bahasa inggrisnya shoes susah banget. Meski udah 10 kali ulang, besoknya ditanya akan lupa lagi. Koleksi kata-katanya (baik bahasa Inggris atau bahasa Arab) minim banget. Salah satu usaha yang saya lakukan -sesuai instruksi Ms Wina, teacher saya ketika pre-departure training- adalah membuat kata dengan gambar dan ditempel di tempat-tempat yang mudah terlihat dan terus diulang tiap hari. Proyek liburan kali ini adalah menggambar. Saya sudah membeli 1 rim kertas. Di kertas yang masih kosong itu saya tuliskan kata dalam bahasa Inggris (misalnya book, shoes, bag, etc) di bagian bawah kemudian anak-anak saya tugaskan untuk menggambar dan mewarnai gambar itu. Setelah selesai, kertas saya tempelkan di dinding kamar. Malam hari sebelum tidur, saya suruh (terutama) Iffah untuk membaca dan membuat kalimat menggunakan kata sesuai gambar. Well, I hope it will help her...

Kesukaannya memang menggambar. Ketika menirukan gambar, hasilnya bisa mirip banget. Selain menggambar, dia juga kreatif membentuk apapun menjadi bentuk lain, bahkan yang ga pernah terpikir oleh kita (saya maksudnya). Buku-buku di rak misalnya, Alif mungkin akan membacanya, tapi Iffah bisa membangun istana besar dengan buku-buku itu. Bantal, bagi Alif hanya sebagai teman tidur, tapi Iffah bisa bikin tenda dalam rumah menggunakan bantal dan selimut. Kertas? Hanya akan ditulisi atau digambari oleh Alif, tapi Iffah bisa bikin dompet, keranjang, dan banyak hal lagi dari kertas-kertas itu.

Kalo ditanya mau jadi apa, dulu (ketika mereka masih bingung mau jadi apa) saya suka memprovokasi anak-anak supaya mau jadi ustadzah (ngajar baca qur'an atau ngisi pengajian, mengajarkan dan mendekatkan ummat kepada Allah, RasulNya dan Alqur'an). Tapi sekarang mereka sudah bisa menentukan sendiri apa maunya (meski masih sering berubah-ubah).

Saya sempet bingung juga, Iffah ini klo dah besar mau jadi apa ya?
Dia lemah di pelajaran, apalagi di bahasa, matematika juga biasa saja, cenderung ga teliti, juga ga rajin. Kalo disuruh belajar tuh kayaknya maleeees banget... Tapi dia sangat bersemangat klo disuruh mengkreasikan sesuatu.
Sampai suatu malam menjelang tidur, saya bertanya kepada Iffah, "Iffah kalo dah besar mau jadi apa?"
Iffah pun menjawab dengan gayanya yang cool seperti biasa,"Mau jadi arsitek."

Okay... Case closed!

Semoga kamu bisa mencapai apa yang kamu citakan ya nak... (Entah dari mana dia dapet ide itu... whatever)
Umi akan mendukung apapun cita-citamu sepanjang itu bermanfaat bagi dunia dan akhiratmu.


22 Desember 2014

Terima raport

Sabtu kemarin, anak-anak terima raport. Seperti biasa, saya ga matok ekspektasi. Nilainya berapapun, ranking berapapun, yang penting mereka enjoy di sekolah...

Perhentian pertama, kelas 1B, kelasnya kaka Rumaisha. Ketemu sama Bu Johan dan Bu Dona. Keduanya pernah jadi guru si kembar, jadi sudah akrab. Testimoni bu guru, Icha ga ada masalah akademik, hanya pedenya yang masih kurang. 

Perhentian kedua, kelas 3B, kaka Alifah. Bu Ami juga pernah ngajar Afifah, jadi udah pernah ketemu juga sebelumnya. Cuma ngelirik sebentar kertas berwarna biru dengan angka 9 dimana-mana. Testimoni bu guru, nilainya bagus-bagus, no problem, excellent!

Finally, kelas 3A, kaka Afifah. Nah, kali ini gurunya baru saya kenal. Baru sadar saya ga pernah ke sekolah sebelumnya, jadi ini adalah kali pertama saya ketemu Bu Rani dan Bu Endang. Sesuai dugaan saya, pelajaran Keterampilan mendapat nilai tertinggi. Nilainya terpaut jauh dari kembarannya dan tentu saja juga rankingnya. 

Acara terima raport adalah waktunya saya berkomunikasi dengan guru-guru. Ritual mengantri sekian lama hanya untuk dapat berbicara dengan bu guru (yang jarang saya temui karena saya jarang ke sekolah) sangat saya nikmati. Meski kadang sebel sama wali murid yang ngobrol panjang lebar tak mempedulikan antrian di belakangnya, tapi saya memahami, terima raport memang ajang 'konfirmasi' dan saling dukung ortu dan guru. Tempat kami saling share dan mungkin berbagi tips untuk yang lebih baik bagi anak-anak, terutama jika ada masalah dalam proses pembelajaran.

Saya menghindari pertanyaan mengenai nilai. Itu hak prerogatif guru. Saya hanya ingin memastikan mereka senang, menikmati proses belajar, sosialisasi oke dengan teman dan guru, sopan dan disiplin. Semoga nilai yang tertera di buku tidak mengubah cara pandang saya terhadap mereka. 

Sebagus atau sejelek apapun angka yang ada disana, saya harus pastikan mereka tetap punya semangat yang tinggi meraih apa yang mereka citakan. Saya harus bisa menemukan 'berlian' yang ada dalam diri mereka, mengoptimalkannya, dan berupaya agar potensi itu dapat bermanfaat bagi mereka dan ummat. Ah, susahnya jadi orang tua...
Semoga saya bisa mengemban amanah yang super berat ini, membesarkan mereka hingga menjadi hamba dan manusia yang sukses dunia akhirat.... Aaaamiiiiin....


22 Desember 2014