Thursday, September 6, 2012

Samara atau Samarada?

(Samara = Sakinah mawaddah wa rahmah; Samarada = Sakinah mawaddah wa rahmah wa Da'wah)

Membicarakan tentang pernikahan, saya teringat sebuah fenomena yang terus terjadi. Seorang akhawat/ikhwan yang tadinya aktif berda'wah, kemudian 'tinggal kenangan' (aktifitas da'wahnya) sesaat setelah ia menikah dan punya anak. "Ga ada bekas-bekasnya," istilah suami saya. Seolah da'wah tidak pernah melekat dalam dirinya.

Ketika hendak menikah, semua orang pasti merindukan rumah tangga yang samara. Namun bagi da'i seharusnya samara saja tidaklah cukup. Ada impian menjadikan keluarganya menjadi keluarga da'wah. Namun tidak demikian ternyata bagi sebagian ikhwah, terutama ikhwah STAN yang ketika lulus, kemudian penempatan dan bekerja sebagai birokrat pagi hingga petang, menikah, berkeluarga dan punya anak, tampaknya lupa dengan keni'matan berda'wah. Senin hingga jumat tersita waktunya untuk pekerjaan. Sabtu Ahad kemudian menjadi waktu spesial untuk keluarga semata.

Apalagi bagi akhwat yang kemudian perannya bertambah menjadi istri dan ibu. Sibuk mengurus anak menjadi alasan yang pamungkas sekali untuk menghindari amanah-amanah da'wah yang ditawarkan padanya. Anak begitu menyita perhatian dan waktunya. Tidak ada lagi tempat untuk ummat. Ditambah lagi jika kemudian suamipun menitahkan untuk 'serius' mendidik anak saja.

Rumah tangga apa yang hendak dibangun seharusnya dikomunikasikan ketika hendak menikah. Saat taaruf dengan calon pendamping, kedua belah pihak hendaknya sepakat akan memilih keluarga yang samara atau samarada. Hal ini hendaknya disepakati kedua belah pihak. Da'wah akan menjadi berkah ketika dilakukan dengan keridhaan istri/suami. Terutama bagi istri, tidak mungkin ia berangkat berda'wah tanpa ijin sang suami.

Mungkin perlu digali ketika taaruf, apakah sang suami tipe samara atau samarada? -ini bagi akhwat yang mendamba keluarga samarada, kecuali jika ia memang berniat untuk menjadi keluarga samara saja- Apakah suami akan mengijinkan istrinya memberikan sebagian waktu, tenaga, pikiran, juga hartanya untuk ummat?

Makanya ketika menulis biodata, saya mencantumkan 2 kriteria yang harus dipenuhi calon suami saya. Pertama, ikhwah tarbiyah. Karena saya memilih jalan tarbiyah untuk menyebar kebaikan, dan tentunya menemukan orang yang memilih jalan yang sama akan mempercepat langkah dan sampai kepada tujuan. Kedua, mencintai da'wah. Ya, karena saya juga mencintainya. Mencintai hal yang sama bisa mendekatkan 2 orang asing, ya kan? Dan karena juga saya memimpikan untuk terus berda'wah sepanjang hayat dan masuk jannahNya melalui pintu jihad (amiiiiin...)

Teruslah berda'wah saudaraku, percayalah ia senantiasa memberi keberkahan.
Apa yang kita berikan untuk da'wah sesungguhnya adalah juga untuk keluarga kita.
Betapa banyak keberkahan yang saya rasakan meski sering 'meninggalkan' anak dan keluarga demi ummat. Banyak hal yang mungkin tidak bisa kita dapatkan ketika kita tidak berda'wah.

"Jagalah Allah niscaya Ia akan menjagamu..."

Percayakan yang kita tinggalkan pada yang Maha Menjaga, dan semoga Ia terus mengalirkan keberkahan kedalam keluarga kita.

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^