Thursday, September 6, 2012

Happy Working Mother



Mungkin Anda bertanya-tanya dalam hati, apakah salah menjadi seorang ibu bekerja? Apa menjadi working mother itu buruk?
Jika pilihan telah dibuat, keputusan telah dilaksanakan, maka mungkin ini bukan lagi masalah benar atau salah, tetapi lebih ke konsekuensi dan tanggung jawab.
Saya yakin –sebagaimana dulu juga halnya saya- para ibu bekerja memilih untuk tetap bekerja tentu dengan pertimbangan yang matang, dan tentunya dengan persetujuan dan dukungan penuh dari suami.
Alasannya bisa macam-macam. Bisa karena tuntutan ekonomi, biar bisa bantuin suami, karena beban hidup juga semakin tinggi. Sebagian besar teman saya yang lulusan STAN juga ‘terpaksa’ jadi PNS karena dulu kuliah disana. Kuliah gratis, harapan orang tua yang sangat besar, juga karena ikatan dinas, maka harus berpikir ratusan kali jika ingin eksodus (keluar dari PNS). Juga alasan-alasan lain yang tiap-tiap orang pasti berbeda.
Perlu tenaga dan pikiran ekstra bagi seorang ibu bekerja, tentu karena statusnya sebagai wanita karir tidak menghilangkan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan rumah tangga dan pendidikan anak. Hanya saja,pekerjaan-pekerjaan itu tidak dilakukannya dengan tangannya sendiri. Mungkin di delegasikan kepada khadimat/pembantu, lebih beruntung jika bisa menitipkan anak-anak kepada orang tua atau saudara.
Juga kesabaran ekstra untuk ibu bekerja yang meskipun harus berpisah namun mampu memberikan ASI eksklusif kepada si kecil yang baru lahir sudah harus ditinggal. Sungguh bukan perkara mudah, harus berpisah dengan si buah hati yang baru saja lahir. Belum lagi proses memerah ASI di kantor sebagai bekal esok hari demi agar si kecil mendapatkan ASI alih-alih susu formula yang jelas tidak sebanding kuailtasnya. Saya yakin, hanya ibu luar biasa yang sanggup melakukannya.
Banyak trips dan trik supaya semua bisa berjalan sebagaimana mestinya. Soal masakan misalnya, ‘asisten’ bisa disuruh memotong, membersihkan, dsb, pas masaknya si ibu deh yang ngerjain, jangan lupa bumbu doa dan cintanya ^_^.
Sering menelpon ke rumah, ngobrol dengan anak-anak sekaligus memantau apa yang terjadi di rumah, supaya anak-anak tidak ‘merasa’ kehilangan ibunya.
‘Mencuri’ waktu yang tersedia, seperti menyempatkan memandikan anak di pagi hari, kalo sempet sarapan bersama, bermain bersama sepulang kerja, juga makan malam, mengantarnya tidur sambil membacakan dongeng dan mengelus kepalanya, mengantar-jemput sekolah di akhir pekan, dsb. Waktu-waktu sempit, namun berharga.
Usahakan jangan memilah antara kantor dan rumah. Jangan jadikan rumah sebagai tenaga ‘sisa’ setelah lelah seharian di kantor, tapi jadikan keduanya sama berharganya. (Toh saat sampai di rumah, dengan penuh peluh dan letih, insyaAllah akan hilang setelah mendengarkan celoteh riang dan cerita anak-anak, ya kan ibu-ibu ? ) Jika suatu kali keluarga membutuhkan, maka jangan merasa bersalah jika harus ijin dari kantor. Toh tidak setiap hari anak/suami sakit.
Perasaan bersalah adalah dilemma yang paling sering dirasakan ibu bekerja. Bersalah karena telah meninggalkan anak di rumah. Bukan tidak boleh, tapi jangan sampai perasaan bersalah ini malah mengganggu kinerja. Profesinalisme di butuhkan di kedua tempat itu, rumah dan kantor secara seimbang.
Terlepas dari itu semua, baik full time mother maupun working mother, keduanya tidak akan bisa memaksimalkan perannya jika tanpa ilmu dan iman. Baik itu ilmu agama, ilmu parenting, ilmu kesehatan, juga ilmu pengetahuan, yang merupakan modal utama dan mendidik anak-anaknya, cikal bakal mujahid masa depan. Banyak ibu di rumah yang ternyata tidak mengerti cara menghadapi anaknya padahal punya banyak waktu. Banyak juga ibu bekerja yang akhirnya harus bersedih karena ternyata anaknya lebih dekat dan sayang dengan pembantu dibanding dirinya sendiri, ibu kandungnya, karena tidak menjaga kedekatan emosi dengan anak-anaknya.
 Dan akhirnya, setiap ibu punya senjata yang sama, yaitu doa. Hanya doa ibu yang tidak terhijab. Dimanapun anda berada wahai ibu, berdoalah untuk si buah hati. Titipkan mereka pada Yang Maha Menjaga, Maha Melihat, lagi Maha Berkehendak.
“… Jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu, jagalah Allah pasti kau akan menjumpai-Nya dihadapanmu. Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah….”(HR. Tirmidzi)
Bertawasul dengan amal baik kita, baik di kantor maupun di masyarakat, untuk kebaikan anak-anak. Berbuat baik dimana saja, dengan atasan dan rekan sejawat, apalagi dengan kenalan yang relative lebih banyak dibanding ibu di rumah, maka ladang amal juga terbentang luas. Jangan sampai waktu yang telah dikorbankan tidak berjumpa dengan anak-anak tidak dimanfaatkan dengan baik, malah sibuk menyesali keadaan dan menyalahkan entah siapa.

Maka dari itu wahai ibu, apapun keputusan Anda, menjadi ibu di rumah atau ibu bekerja, pastikan Anda memiliki kesiapan dan ketenangan batin untuk melakukan yang terbaik (seperti yang dikatakan ibu Lita). Sebab tidak semua ibu bekerja siap menjadi full time mother, begitu pun sebaliknya.
Dan apapun keputusan Anda, tak ada satu alasanpun untuk tidak memberikan yang terbaik untuk buah hati. Dan saya percaya, kita bisa melakukannya, sebab Allah pasti mengamanahkan sesuatu yang Dia yakin kita mampu menjaga amanahNya dengan baik.
La tahzan, innallaha ma’ana…
Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^