3 bulan sudah usia mujahidah ketigaku. Sekarang bidadariku sudah bisa tertawa, sudah bisa diajak ngobrol juga.
10 April 2008.
Beberapa
hari yang lalu perutku sempet mules, rasanya sakit sekali, persis
seperti mau melahirkan. Awalnya panik, tapi segera kuatur napas,
tenangkan pikiran. Tak sampai 5 menit sakit berkurang, kemudian hilang.
Kutunggu berjam-jam kemudian tidak sakit lagi. Ternyata his (kontraksi)
palsu –mungkin karena barusan aku nyuci baju tanpa mesin cuci.
Hari
ini seharian di celana ada noda coklat (dulu waktu Iffah-Alif ga kaya’
gitu. Belakangan baru tau kalo ternyata itu memang tanda-tanda mau
melahirkan). Jam setengah 9 sehabis makan malam bareng suami, terasa
seperti pecah ketuban. Langsung kuberitahu si abi. Untungnya pecah
ketubannya ngga langsung banyak. Aku langsung ganti baju, trus tiduran
supaya air ketubannya tidak keluar, sementara abi beres-beres
(barang-barang yang harus dibawa ke RS).
Sekitar
jam setengah 10 kami sampai di RS. Setelah itu perawat yang ada di
ruang bersalin menyuruhku duduk di tempat tidur. Sempat menunggu agak
lama –dengan baju basah penuh air ketuban- barulah aku dibawa ke ruang
USG, setelah sebelumnya ditanyai dan diambil darahnya oleh perawat dan
dokter yang sedang co-ass. Alhamdulillah dokter jaganya perempuan,
orangnya cantik, lembut, dan
ramah sekali. Katanya bayinya masih sehat, air ketubannya masih bening
dan masih cukup banyak. Setelah itu dipasangkan alat (aku lupa namanya)
untuk mendengarkan denyut jantung dan pergerakan janinku (yang hasil
print-annya seperti pencatat gempa alis seismograf).
Ada
hal lucu waktu itu. Jadi waktu pengambilan darah pertama kali oleh
seorang dokter co-ass, ternyata darah yang dibutuhkan kurang. Akhirnya
–setelah meminta maaf- darahku diambil lagi oleh temannya sesama co-ass
di tempat yang berbeda. Dengan pasrah kuberikan tanganku untuk disuntik
sekali lagi. Kejadian terulang lagi saat pencatatan denyut jantung
memakai alat seperti seismograf tadi. Setelah semua selesai, ternyata
sang dokter bilang bahwa waktunya kurang, harus ditambah 5 menit lagi.
Akhirnya dengan menyesal si calon dokter ini –bukan co-ass yang tadi-
memasangkan alat tsb lagi ke perutku. Ya, memang begitu resiko kalo
menggunakan jasa RS yang bekerja sama dengan institusi pendidikan, pasti
penuh dengan ‘calon-calon’ perawat dan dokter yang sedang co-ass yang
tentunya tidak sepengalaman perawat/dokter aslinya.
Setelah
semua pemeriksaan awal selesai, akhirnya aku di suruh masuk ke ruang
bersalin, dan ganti baju yang basah penuh ari ketuban. Dokternya bilang
udah bukaan 2. Belum terasa sakit waktu itu…
11 April 2008
Jam 12-an kontraksinya mulai terasa.
Jam
1-an perutku mules sekitar 15-10 menit sekali (waduh, kaya’nya
diinduksi nih…) Si abi selalu ada di sisi, nemenin ngobrol, nyuapin
makan apa yang bisa dimakan (persiapan tenaga buat lahiran), menyerahkan
dengan pasrah tangannya untuk diremas (dengan kuat sampe sakit) kalo
kontraksinya mulai lagi…
Jam
2-an, kaya’nya udah 5 menit sekali. Baru ngatur nafas bentar udah
kontraksi lagi. MasyaAllah… Sholeh sudah ngga sabar pengen ngeliat
umminya. “Ya Allah, aku ridho atas sakit ini, asal Engkau ridho padaku
ya Allah… Ampuni segala dosaku ya Allah…”
Jam
3, susternya meriksa karena aku sudah tak tahan lagi. Ku tahan sakit
dengan menangis. “Sudah bukaan 7”, kata susternya. “Mungkin 2 atau 3 jam
lagi keluar.” 2-3 jam lagi? Sakit sekali ya Allah… Ku kuatkan diriku.
3.15,
tak tahan sakitnya aku menangis. Kupegang tiang penopang botol infus
sekuat-kuatnya. Terdengar suara ‘byur’ seperti kantong plastik penuh air
pecah jatuh di lantai. Ya Allah… air ketuban sudah pecah. Segera si Abi
memanggil suster dan dokter jaga.
3.30,
adiknya si kembar lahir. Hanya dengan 3-4 kali mengejan si dede keluar
dengan tangis pertamanya. Setelah di potong ari-arinya dan dibersihkan
cairan yang ada di mulut dan hidungnya, si dede langsung di tengkurapkan
di dadaku. Biar nyari ASI sendiri, kata susternya. Masih berlumur ari
ketuban si dede udah langsung mimik ASI. Beberapa saat kemudian barulah
bayiku di bawa untuk dimandikan dan ditimbang, juga dinilai APGARnya (Alhamdulillah nilainya 9/10)
Tidak
seperti waktu lahiran si kembar dimana rahimku langsung bersih,
sekarang rahimku masih banyak darahnya. Bahkan sampai jam 6 pagi, suster
dan dokternya masih membersihkan rahimku yang darahnya belum keluar
semua. Sakit sekali waktu dokternya ‘mengorek-ngorek’ rahimku. Tidak
bisa langsung istirahat, padahal rasanya udah capeeek sekali…
Pagi-pagi akhirnya dokter bilang udah ngga ada perdarahan. Alhamdulillah…
Badan rasanya capeeeek sekali. Kucoba untuk tidur, kupejamkan mata, tapi ngga bisa. Terlalu capek.
Si
abi pulang buat ngambil perlengkapan bayi yang kemaren belum sempat
dibawa. Suntuk, kemudian ku telpon adikku di Payakumbuh, nyari temen
buat ngobrol…
Setelah
bertemu dengannya untuk yang kedua kalinya (ah… ummi udah kangen sekali
nak…) dan menggendongnya untuk pertama kalinya, alhamdulillah dia
cantik sekali, sehat (gemuk sekali karena beratnya 4 kg!), dan sempurna
(lengkap fisik dan panca indranya).
Kami beri namanya RUMAISHA HANIFAH FIRMANSYAH.
Jakarta, Juli 2008
No comments:
Post a Comment
Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^