Thursday, September 6, 2012

Akhirnya, tentang Gayus

(Tulisan ini dibuat pertengahan 2010 ketika kasus Gayus mengemuka)

Setelah memutuskan untuk 'diam' tidak bicara tentang kasus Gayus di blog ini, akhirnya saya memutuskan untuk berpendapat.

Sejak pertama kali masuk instansi besar ini, Ditjen Pajak, saya tau langkah saya akan berat. Tapi sejak awal juga saya yakin saya akan bisa 'bertahan', tentunya dengan bekal dan pertolongan serta penjagaan dari Allah tempat saya bergantung.

Bahagia tak tertahankan ketika tau bahwa instansi ini sedang 'berubah'. Mulai dari tahun 2000 ketika LTO terbentuk, kantor khusus yang kemudian menjadi dambaan sebagian pegawai DJP yang masih punya integrasi dan itu jumlahnya -menurut saya- sangat besar, terbukti ketika dibuka lowongan menjadi AR yang akan ditempatkan di kantor-kantor 'besar' dan 'madya' yang jujur namun di'harga'i lebih, ada banyak sekali pegawai yang mendaftar. Saya tau tidak semua suka perubahan ini. Sebagian yang tidak suka itu mengeluh tidak lagi bisa mencari penghasilan 'tambahan' dari WP. Merekalah -mungkin- yang kemudian mencari celah agar tetap bisa 'hidup'. Yang salah satunya adalah mas Gayus ini.

Reformasi birokrasi digaungkan dimana-mana. Blue Print reformasi sudah dibuat sampai 10 tahun kedepan bahkan lebih. Betapa pajak bersikeras mengatakan bahwa 'kami tidak seperti yang dulu'. Iklan, juga proses bisnis, dan pelayanan di kantor-kantor pelayanan, semua mengatakan bahwa pajak benar-benar sudah berubah. Kerja keras ini tidaklah ringan. Ketika kontibusi pajak masyarakat memiliki porsi yang sangat besar dalam APBN, maka rakyat pun lebih kritis dan benar-benar mengawasi pajak. Pajak terus meyakinkan bahwa ia telah berubah.

Usaha keras ini langsung seperti tak berarti ketika kasus Gayus mengemuka. Tadinya saya agak tak acuh, merasa masyarakat sudah lebih 'bijak', lebih cerdas, tak akan menyalahkan satu instansi karena kesalahan satu orang. Ternyata saya salah. Hati saya sungguh sedih ketika mendengar Pak Tjip (dirjen Pajak) berkata di depan anggota dewan bagaimana imbas kasus Gayus terhadap semua, ya semua, pegawai pajak. Ia bercerita tentang teriakan sang kondektur kopaja/metri mini yang jika biasanya untuk berhenti di depan kantor pusat pajak gatot subroto, ia berteriak "Pajak! Pajak!" maka sekarang berubah menjadi "Gayus! Gayus!". Seorang pegawai yang ketika naik angkutan umum lupa menanggalkan nametag yang bertulisan "Direktorat Jenderal Pajak" diteriaki "Maling!" oleh penumpang yang lain. Lebih miris lagi, ketika ikut arisan di komplek tempat tinggalnya, seorang pegawai pajak dikatain "najis". Astaghfirullahal'adzim...

Saya terenyuh. Saya tidak merasakan euforia gayus karena sekarang -meskipun saya seorang pegawai pajak- saya sedang kuliah lagi di kampus STAN (yang belakangan juga di'goyang' terkait kasus Gayus). STAN sendiri, meski baru bersenang-senang dengan gedung baru yang megah dan kolam air mancur yang lumayan wah, harus menerima kabar pahit karena isu akan dibubarkan karena STAN adalah almamaternya Gayus. Wartawan mulai sering datang dan ingin tau bagaimana Gayus ketika menjadi mahasiswa. Kira-kira akan bertanya,"Apa sih diajarin STAN sehingga bisa menghasilkan lulusan semacam Gayus?" Ah, sungguh tuduhan yang sama sekali tak relevan, tak beralasan.

Saudara juga keluarga beberapa kali menelpon ketika kasus gayus ramai di televisi. Terakhir, seorang tante yang berkelakar,"Waktu tante ke Jakarta koq ngga diliatin rumah mewahnya?" maksudnya rumah mewah yang kayak punyanya gayus...

Ah, Gayus... Mungkin kasusmu hanya momentum, untuk perbaikan instansi yang lebih baik. Tapi kenapa begitu keras angin yang menerpa, sehingga menggoyang ujung daun hingga akar?

Ah, saya percaya instansi saya bisa. Kami sudah dicap miring sejak pertama, bahkan ketika kami terang-terangan menunjukkan perubahan itu. InsyaAllah kami sanggup menghadapi hal ini.

Saya juga percaya, pasti ada skenario besar Allah dibalik kesedihan yang kami rasakan saat ini. Bukan hanya Gayus, tapi juga oknum-oknum yang lain. Yakinlah, langkah kalian akan jaaauh lebih berat setelah ini. Saksikanlah reformasi birokrasi total yang akan dikawal seluruh masyarakat Indonesia. InsyaAllah, untuk Indonesia lebih baik. Semoga reformasi ini segera diikuti oleh POLRI, Kejaksaan, juga semua instansi di seluruh Indonesia, pusat maupun daerah.

Saya tahu mimpi saya terdengar muluk. Tidak tahukah kalian mimpi pioner-pioner reformasi dulunya juga terdengar tak masuk akal ketika mereka menciptakan LTO? Bahkan intern pegawaipun mencibir mengatakan 'tidak mungkin'. Tapi waktu membuktikan mereka berhasil. Saya yakin kami akan lebih baik. Saya yakin Indonesia akan lebih baik. InsyaAllah.

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^