Friday, December 7, 2012

Jualan demi Jajan

Si kembar, Iffah (afifah) dan Alif (alifah), baru kelas 1 SD. Belum lagi satu semester mereka 'nyobain' jadi anak SD. Dan saya (kadang) masih suka memperlakukan mereka seperti anak TK. Salah satunya: tiap pagi dibawakan bekal, tanpa uang jajan.

Tapi ada yang ternyata luput dari perhatian saya. Dulu ketika masih di TK, kepala sekolah memang tidak mengijinkan penjual apapun nangkring di wilayah sekitar sekolah. Kegiatan makan pagi pun dilakukan bersama-sama, dengan ritual membaca doa bersama, ada piring kosong di meja untuk yang ingin berbagi, guru-guru pun senantiasa menemani setiap anak dan siap membantu jika masih kesulitan membuka kotak makannya misalnya. Di SD tentu tidak lagi demikian perlakuannya. Saat istirahat makan pagi, anak-anak tidak lagi didampingi guru, paling banter ya mengawasi saja dari kejauhan. Tidak ada lagi "piring berbagi" dan ada kantin bahkan penjual yang diijinkan berjualan di sekitar sekolah. Ditambah lagi, menurut cerita Iffah (ketika saya ajak ngobrol), semua temannya ternyata diberi uang jajan oleh orang tua masing-masing meski tetap dibekali makanan dari rumah.

Sampai minggu kemarin, saya tidak pernah memberikan uang jajan kepada si kembar, kecuali sekali, saat mereka 'memohon'. Nah, ketika dikasih, si kembar pun langsung ngobrol -sambil make kaos kaki dan sepatu- tentang nanti akan jajan apa. Dalam pikiran saya, waduh pasti ntar belajar juga bakalan kepikiran jajan melulu nih...

Dan sejak saat itu saya tak pernah lagi memberikan uang jajan kepada si kembar.

Hingga pekan kemarin....

Pertama agak shock juga ketika diberi tahu bahwa Iffah jualan di sekolah, dan uang hasil jualannya dipake buat jajan. Yang saya lakukan berikutnya adalah tentu saja konfirmasi ke Iffah. Berikut petikan-petikan obrolan saya sama Iffah:
Saya : "Wah kaka Iffah pinter ya... Kemarin jualan ya si sekolah?"
Iffah  : senyum sambil cengengesan
Saya  : "Emang kaka Iffah jual apa?"
Iffah  : "Jual kertas" --> kertas file yang bergambar warna warni
Saya  : "Emang kenapa koq kaka Iffah jual? Kan kemarin dikumpul-kumpulin"
Iffah  : "Ngga kenapa-napa"
Saya  : "Uangnya dapet berapa ka?"
Iffah  : "Ga tau, lupa"
Saya  : "Uangnya kaka Iffah pake buat apa?"
Iffah  : "Buat jajan"
Saya  : "Kaka Iffah jajan apa aja"
Iffah  : "Jajan permen"
Saya  : "Trus apa lagi?"
Iffah  : "Es (susu SoGood beku), batagor, mie (semacam mie remez yang diberi bumbu kemudian diremes)"
Kemudian saya menerangkan tidak baiknya mie remes untuk dimakan.
...
Di kesempatan lain...
Saya  : "Emang temen-temen kaka Iffah semuanya jajan ya?"
Iffah  : "Iya"
Saya  : "Ada ngga yang ngga jajan?"
Iffah  : "Ada... Eh, ga ada"
Saya  : "Emang ga bawa bekal dari rumah ya temen-temennya?"
Iffah  : "Bawa"
Saya  : "Tapi dikasih uang jajan juga?"
Iffah  : "Iya"
Saya  : "Kertas yang kaka Iffah jual, emang kaka jual berapa?"
Iffah  : "Ada yang gopek, ada yang seribu, ada yang dua ribu"
Saya  : "Wah, koq macem-macem harganya? Kenapa ga gopek semua?"
Iffah  : "Ga kenapa-napa" (jawabnya dengan wajah cool)
Saya  : "Yang gopek yang kayak gimana?"
Iffah  : "Yang biru"
Saya  : "Kalo yang seribu?"
Iffah  : "Yang pink, yang kuning..."
Saya  : "Koq harga beda sama yang biru?"
Iffah  : "Ga kenapa-napa" (jawabnya masih cool... terus terang saya ga bisa nebak...hahaha)
Saya  : "Kalo yang dua ribu?"
Iffah  : "Yang gambar miki"
Saya  : "Emang ada yang beli yang dua ribu?"
Iffah  : (dengan bangga) "Ada"
dst...

Itu tadi hasil investigasi sama terhadap Iffah, sang penjual. Sementara Alif, yang bertugas bawa kertas file itu (dalam binder) dan menikmati hasil penjualan Iffah, tidak (belum sempet) saya tanya-tanya. Menarik ya jawabannya? ^_^ (dia bahkan sudah bisa menentukan harga barang... ck..ck..ck...)

Mereka memang selalu antusias (terutama Iffah) jika di sekolah diselenggarakan acara Bussiness Day. Sejak TK, kegiatan Bussiness Day selalu diadakan setahun sekali. Waktu mereka masih di TK, saya masih nyempetin bungkusin hasil bikinan sendiri. Kemarin ketika Bussiness Day di SD beberapa pekan yang lalu, saya cuma bungkusin kripik singkong masing-masing 5 bungkus untuk Iffah dan Alif (padahal disuruh 10 bungkus). Dan selalu excited menceritakan kejadian di sekolah tadi setiap kali habis jualan. Entah karena yang dijual memang menarik (pernah jual popcorn, sate buah, atau kripik singkong) atau memang Iffah yang pinter jualan, setiap kali bawa makanan untuk dijual di acara itu selalu habis terjual (beberapa temen masih harus bawa kembali hasil jualan yang ga laku)

Langkah selanjutnya adalah tentu saja konsultasi sama suami. Dan kamipun akhirnya mengambil keputusan:
- Perlu mengapresiasi kemampuan jualan Iffah yang "wow" menurut saya (OMG, mereka baru kelas 1 SD!!! Saya dan suami juga jualan sebenernya, hanya saja ngga bakat alam kayak Iffah. Kami baru jualan setelah menikah. Memang Iffah sering liat saya bawa barang dan ketika ditanya saya sering jawab,"Ini untuk temen umi, untuk dijual" Saya ga sadar ternyata dia 'merekam' hal itu... deep inside di unconsius mind-nya)
- Ke depan, beberapa kali seminggu, kami akan memberinya uang jajan, dengan catatan, sebagiannya di tabung ya... (jajan juga mengajarkannya bertransaksi, mengenal nilai uang, banyak manfaat lainnya sebenarnya. Tapi overprotective membuat saya mengabaikan manfaat-manfaat itu...)
- Salah satu alasan tidak memberikan mereka uang jajan adalah kekhawatiran terhadap apa yang mereka beli. Salah satu solusi mungkin bisa dengan mengajak mereka memilih sendiri jajanannya di supermarket dekat rumah untuk dibawa ke sekolah. Dengan begitu kami bisa mengontrol jajanannnya.

Bapak/ibu, punya saran lain untuk saya?
Terima kasih sebelumnya :)

1 comment:

  1. bisa juga 'nitip' sama salah satu guru yang kita kenal baik kak disana.. yaa jadi ortu kedua khusus di sekolah gitu :) adekku gitu juga soalnya hehehehe

    ReplyDelete

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^