Tuesday, November 20, 2012

Standar nilai minimal

Ada banyak pemikiran yang ingin saya tuliskan di blog ini sejak lama, tapi...
Ah, banyak alasan yang bisa saya jabarkan di sini, tapi tak usahlah. Sesungguhnya hanya pembenaran semata demi kemalasan saya menulis kembali. Semoga tulisan pertama setelah sekian lama blog ini hening dari kata-kata menjadi trigger untuk meluncur derasnya tulisan-tulisan selanjutnya....
Aaaamiiiin...

Ada sebuah kegelisahan dalam diri saya kemarin (dulu) ketika menerima rapor si kembar untuk yang pertama kalinya. Berbeda dengan rapor TK-nya yang hanya berisi checklist-checklist pencapaian kemampuan-kemampuan seperti moral, sosial emosional, kognitif, komunikasi, dsb, kali ini sudah ada angka-angka di dalamnya. Semua angka bagus, jika kita mengkategorikan angka 8 dan 9 adalah angka yang bagus. Ya betul, semua angka di rapor si kembar berisi 'hanya' angka 8 dan 9.

Mungkin anda semua bertanya, bukankah seharusnya saya bangga, senang, bahagia, gembira, dengan angka-angka tersebut? Oya, tentu saja saya bangga, bahkan bangga sekali. Apalagi nilai Alifah termasuk yang tinggi di kelasnya. Iffah juga bagus, hanya saja karena dia memang belum lancar membaca, nilainya tidak setinggi Alifah. (Ah, saya pun akhirnya terjebak juga pada hal yang sangat saya hindari itu. Membandingkan)

Well, bukan itu yang ingin saya uraikan di sini. Kegelisahan saya justru muncul ketika saya tak sengaja melirik sekilas nilai teman-temannya yang lain. Ada selembar kertas di meja ibu guru, yang tak sengaja saya lihat. Berisi daftar nilai seluruh mata pelajaran, seluruh siswa, di kelas tersebut. Seharusnya saya tidak melihatnya, bukan konsumsi orang tua murid, tentu saja. Tidak ada yang salah dengan nilai-nilai di situ, semua berisi angka yang 'bagus' itu, angka 8 dan 9. Yang menggelitik saya kemudian adalah, kemana angka selain 8 dan 9. Tidak adakah yang mendapatkan angka 6 dan 7? Apakah semua anak begitu pintarnya? Iya sih, masuk ke sekolah ini ada tes-nya, banyak juga yang ditolak. Tapi apa iya semua anak se-pintar itu?

Dari ngobrol-ngobrol dengan ibu guru, saya pun kemudian mengetahui bahwa ada semacam standar penilaian yang diberikan oleh entah siapa (ah, saya lupa menanyakan hal ini. Yang jelas dari pihak yang berwenang memberikan kebijakan pendidikan di semua sekolah, entah itu regional atau nasional), bahwa batas nilai minimal -yang saya juga lupa istilahnya- adalah 7,5. Jadi, jika ketika ulangan harian atau ujian seorang anak memperoleh nilai dibawah 7,5, maka guru akan melakukan remedial (pengulangan). Nilai ulangan yang pertama dan kedua akan dijumlahkan dan kemudian dibagi 2, dengan batas nilai tertinggi adalah 7,5. (meskipun misalnya setelah dirata-rata ternyata nilainya diatas 7,5, maka nilai yang akan diperoleh adalah tetap 7,5. Untuk menjaga keadilan bagi teman-teman yang sudah duluan memperoleh nilai 7,5 dan tidak ikut remedial, begitu kata gurunya).

Ketika jaman saya sekolah dulu, nilai 6, 7, bahkan 5 adalah angka yang biasa muncul di rapor saya dan teman-teman. Batas nilai ketika itu adalah 5 (mungkin) atau 5,5. Jika kita mendapat nilai 5,6 maka masih selamat, masih bisa naik kelas. Tapi sekarang? Bahkan nilai 7 pun, sudah dikatakan rendah.

Ada pergeseran nilai tentang 'nilai'. Entah ini masalah psikologis atau apa saya tidak paham. Sesungguhnya bukan masalah angka 8 dan 9 yang saya permasalahkan. Jika ada target yang begitu tingginya, saya bisa bayangkan -jika saya menjadi ibu guru- maka saya akan berusaha -bagaimanapun caranya- agar nilai anak-anak didik saya berada diatas batas minimal itu. Apalagi jika nilai ini kemudian menjadi salah satu materi penilaian sekolah secara keseluruhan (sekolah akan dinilai bagus jika nilai rapornya sekian-sekian, jika tingkat kelulusan 100%, dst)

Ada banyak cara yang bisa saya lakukan. Mungkin saya akan membuat soal-soal yang mudah bagi anak-anak didik saya, sehingga nilai mereka akan menjadi tinggi. Atau saya akan menurunkan standar penilaian, seperti misalnya untuk jawaban yang 'mendekati' akan saya benarkan. Atau dengan mengkatrol nilai. Atau cara-cara lain, yang tidak berani saya bayangkan. Hal ini membuat saya gelisah... (ah, mungkin saya yang terlalu ber-su'uzon)

Belum lagi kegelisahan saya tentang beban pelajaran yang harus mereka ikuti setiap hari (jangankan beratnya beban pelajaran, beratnya tas sekolah mereka saja minta ampun. Saya bawa tas seberat itu baru ketika SMA.Sehari anak kelas 1 SD sudah dibebani dengan 5-6 mata pelajaran dengan buku cetak yang besar dan berat)

Ah, mungkin ini hanya kegelisahan saya. Toh mereka (kelihatannya) mereka enjoy-enjoy saja...
Mungkin ini hanya kegelisahan saya, karena saya tidak mengetahui mengapa dan bagaimana kebijakan standar nilai minimal ini dibuat. Ah, semoga ibu guru di sekolah masih memiliki tujuan pendidikan selain menuliskan nilai-nilai yang tinggi di rapor anak-anak...

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah khairan katsira...
Makasih banyak ya, sudah meninggalkan jejak di blog ini.
Have a nice day ^^